“Ada
hari yang menjerat, merambat kedalam nyanyian jiwa.
Dan
burung-burung terpekur, menjalin kebisuan kian mati.
Lamat
dan pasti, bersumberlah segala rasa dan pusara.
Yang
malahirkan induk kesepian.
Mencari
keramaian ke ujung-ujung jari, hingga terlalap lelah tanpa tenaga yang singgah
dalam jiwa”
Sepi
yang kurasa akhir-akhir ini. Namun bila ku bersama dengan mereka, tak lagi ku
temui kesepian itu yang kian merambat dalam hidupku. Mereka itu adalah
kawan-kawanku. Banyak memang kawan-kawanku, tapi dari sekian itu ada dua kawan
yang sering bersamaku, yah… bisa dibilang dekatlah. Sebut saja mereka
Lia dan Izah. Dua kawanku ini sudah seperti kedua orang tuaku, yang suka
memarahiku jika ku melakukan kesalahan. Hehehe
…
Kita sesering mungkin
meluangkan waktu untuk bermain bersama, di tengah kesibukkan sekolah
akhir-akhir ini. Dan meluangkan untuk bercerita bersama keluh kesah. Diantara
kita yang sering curahat keluh kesah adalah aku, dan yang paling dewasa
menangani masalah adalah Izah. Sedangkan Lia adalah si cewek yang praktis, bisa
dibilang cuek sih, tapi perhatian. Kita bertuga dibilang saling melengkapi
perbedaan iya.., tapi jika dibilang saling mempunyai kesaman juga iya… meski
watak kita berbeda, namun prinsip kita sama.
Setelah Lia tak satu kelas
denganku dan Iza, kedekatan kami mulai merenggang. Seiring berjalannya waktu,
Lia terlihat beda, semenjak ia sudah dekat dengan teman-teman satu kelasnya.
Terlihat lebih cuek sama kita berdua, tak seperti biasanya. Tak bisa ku
tepiskan rasa ini, bila sesungguhnya hatiku ini cemburu, bila melihat ia lebih
dekat dengan teman barunya. Seakan ia tlah melupakanku. “Apakah ia tak rindu
denagan kita berdua ya?”,tanya dalam hatiku ketika aku dan Iza sedang melihat
Lia bersama teman-temannya tanpa menyapa kita berdua yang tak jauh dari tempat
dimana ia sedang duduk bersama temannya.
“Entah sampai kapan ia
menjadi seperti itu kepada kita, Za?”,bisikku pada Iza.
“Sudahlah Cha…tak usah
kau fikirkan terlalu dalam, Lia tak pernah berubah, ia tetaplah kawan kita.
Mungkin ia mempunyai alasan dibalik sikapnya itu yang terlihat berubah, yang
belum kita ketahui alasannya,”balas Iza sembari mentulakan kakinya saat duduk
disampingku.
“Tapi .. tapi, Za..
kenapa dia berubah mendadak seperti itu tanpa jelas? Iya kan? Kamu pun merasakan
itu kan?”,desakku pada Iza yang sedang asyik melihat pepohonan yang ada
dibelakang sekolah.
“Lihatlah, Cha…”,dengan
menunjukkan jarinya kepohonh yang terlihat dari atas balkon depan kelas. Heran ku rasakan… kenapa si cewek dewasa ini
menunjukkan pohon itu yaa?, Tanya dalam hatiku saat dia tunjukkan pohon
itu.
“Hmmm… terus ada apa
dengan pohon itu, Za? Ada hubunganny kah dengan perubahan Lia?”,sontak
pertanyaanku yang berturu dengannya, yang masih asyik memandangi pohon itu.
“Rasakan hembusan angin
itu Cha, kedalam pori-pori kulitmu, dan tataplah sejenak pohon yang bergerak
itu, renungkanlah bahwa tanpa angin pohon itu tak bisa bergerak seindah itu,
dan tanpa angin pun tubuh kita takkan merasakkan betapa sejukknya hembusan
angin yang menyentuh kita,”jelasanya dengan penuh kelembutan dan serta sembari
merangkul bahuku. Entah kenapa dengar kata-katanya barusan tadi hatiku
tersentuh. Mungkinkah aku terlalu mendalami kata-katanya.
“Seperti itulah
kehidupan di dunia ini, saling membutuhkan satu sama lain seperti halnya Lia,
yang tak bisa kau paksakan terus dengan kita Cha. Dia juga butuh orang lain,
dan butuh teman baru lagi, mungkin kalau dia tak berteman akrab dengan teman
sekelasnya, dia sekarang mungkin menjadi sosok cewek yang pendiam tanpa punya teman
selain kita, iya kan? Renungkanlah Cha, hilangkan rasa egoismu yang ingin
selalu memaksakkan Lia bersama kita,”jelasnya lagi padaku sembari memelukku.
Setelah kudengarkan kata-katanya ku mulai memahami arti dari perubahan Lia
kepadaku. Memang benar kata Iza…
Hmmm…salut aku padamu Zaa…, kau dewasa dalam menangani masalah, mungkin yang
membuatmu dewasa adalah semenjak kau hidup tanpa sosok ibumu yang tlah lama
meninggalkanmu dan keluarga kecilmu. Hebat kamu za… Batinku memujinya dalam
pelukkannya.
“Siang
itu
Ku
menyadari bahwa kami
Tak
harus saling memiliki
Tapi
Salinglah
memahami satu sama lain
Agar
tercipta kekerabatan yang erat
Agar
tercipta juga keharmonisan dalam menjalin hubungan
Tanpa
harus
Menyalahkan
keadaan yang berlangsung seketika
Hal
itulah yang dapay mencipkan perpisahan”
0 komentar:
Posting Komentar